Ayah Korban Meninggal Gagal Gijal Akut Ungkap Gejala yang Dialami Anaknya: Tak Pipis usai Minum Obat


Salah satu warga Jakarta Barat bernama Iing Syahputra (38) menceritakan sang anak, Atharizz Abqary, meninggal dunia lantaran riwayat gagal ginjal akut misterius. Putranya yang baru berusia 2 tahun 11 bulan itu wafat setelah menjalani perawatan beberapa hari di rumah sakit.

Iing bercerita bahwa putranya ini tidak memiliki riwayat penyakit apapun dan tumbuh sehat seperti anak seusianya. Bahkan, sang anak juga disebut jarang jajan makanan di luar dan selalu mengonsumsi makanan empat sehat, lima sempurna.

Namun tepat pada tanggal 5 September, sang anak mengalami gejala demam tinggi. Hal inilah yang membuat Iing langsung membawa sang anak keesokan harinya ke puskesmas untuk dicek lebih lanjut terkait kondisi kesehatannya.

"Tanggal 6 September dikasih obat paracetamol sirup, obat batuk tablet, dan obat flu tablet. Sampai tanggal 8 dia panasnya nggak turun," ucapnya saat diwawancarai detikcom, Jumat (21/10/2022).

Meskipun sudah diobati dengan sejumlah obat yang diresepkan oleh dokter, demam yang dialami oleh Abqary tetap tak kunjung membaik. Alhasil istri Iing, Rice, membawa sang anak kembali ke dokter untuk diperiksa lebih lanjut pada tanggal 8 September.

Menurut diagnosis dokter, Abqary terkena infeksi bakteri. Namun saat ditanya di mana lokasi infeksi tersebut, sang dokter pun tak bisa menjawabnya. Awalnya dokter memberikan dua pilihan untuk pengobatan sang anak, yaitu dirujuk ke rumah sakit atau diberikan obat.

"Saya nggak ngerti kondisi anak saya gimana. Kalau harus dirujuk, ya dirujuk. Tapi kalau memang nggak perlu dirujuk dan bisa dikasih obat saja, tentu saja milih dikasih obat saja. Karena saya hasil labnya sendiri saya nggak ngerti karena awam, tentu dokter lebih ngerti. Tapi dokternya bilang nggak papa sih dikasih obat saja. Namanya saya takut ya kalau anak dirawat di rumah sakit, akhirnya saya milih dikasih obat aja berupa obat sirup antibiotik," tutur Rice.

Setelah minum obat antibiotik sirup yang diresepkan tersebut, ternyata sang anak langsung mengeluhkan sakit di perutnya, bahkan berangsur-angsur tidak mengeluarkan air kencing.

"Habis itu tanggal 9 September malam mengalami sesak napas, nggak tidur sampai pagi. Tanggal 10 September, makin sesak napas, sampai uring-uringan. Akhirnya kita bawa ke salah satu rumah sakit masuk IGD," ucap Iing.

"Itu dia enakan, saturasinya naik dari 87 menjadi 90 kadang 100 atau 95. Terus dikasih infus sama dokter, dirontgen, ternyata memang ada infeksi di ginjal dan di paru-paru. Karena perlengkapan di rumah sakit tersebut kurang, jadinya dirujuk ke RSCM sore itu juga," ucap lagi.

Saat tiba di RSCM, Abqary langsung masuk ruang PICU dan menjalani sejumlah rangkaian pemeriksaan. Setelah menjalani perawatan khusus dan kondisinya semakin membaik, Ling menyebut sang anak kemudian dipindahkan ke ruang rawat inap.

Namun setelah dua malam dirawat di ruang inap, kondisi sang anak kembali menurun lantaran ada kesalahan jadwal cuci darah atau hemodialisis. Yang seharusnya Abqary dijadwalkan pada Kamis, ditunda satu hari pada Jumat.

"Yang tadinya dia virus-virusnya dibersihkan lagi jadi tidak ada penumpuk lagi terlambat sehari, jadi makin numpuk lagi kembali kondisi awal lagi di kondisi awal kesadaran menurun, akhirnya Jumat pagi itu jam 10 diganti saluran buat cuci darah itu di hari Jumat jam 10 pagi selama 3 jam tapi karena dia nggak kuat, cuma sekitar 2 jam dihentikan. kondisinya sudah tidak sadar, sudah tidak ada respon," ucapnya lagi.

"Pada saat darurat itu kita dipanggil dan diminta izin untuk melakukan tindakan resusitasi jantung dan pemasangan ventilator karena paru-parunya berhenti. Dokter minta izin untuk melakukan tindakan tersebut. Nah itu prosesnya kurang lebih satu sampai dua jam. Itu terakhir anak saya sadar itu. Setelah tindakan itu anak saya sudah tidak bangun lagi. Kondisinya terus menurun-menurun sampai dia pulang duluan ke Allah," imbuh Iing.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url