Capres Lain Makin Ketar-ketir!!! Kini Ganjar Pranowo Unggul di Kalangan Pemilih NU
Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo unggul di kalangan pemilih Nahdlatul Ulama (NU).
Hal tersebut tercatat dalam hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Dalam survei yang dilakukan pada Desember 2022 ini distribusi suara massa NU baik anggota aktif maupun anggota tidak aktif lebih dominan ke Ganjar.
Ada 47 persen anggota NU aktif yang memilih Ganjar, disusul Anies Baswedan 18 persen, dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto 24 persen.
Sementara anggota NU tidak aktif, 46 persen memilih Ganjar, 23 persen memilih Anies, dan 27 persen mendukung Prabowo.
“Di mata jemaah NU atau massa NU, orang yang paling kuat itu pertama adalah Ganjar. Kedua adalah Prabowo dan terakhir Anies,” kata Pendiri SMRC Saiful Mujani dalam paparan yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV, Kamis (23/2/2023)
Saiful menjelaskan NU adalah organisasi yang cukup solid dan cukup besar di Indonesia. Oleh karena itu punya nilai elektoral yang penting dalam politik, termasuk dalam pemilihan presiden.
Hal menarik yang perlu dicatat, menurut Saiful, adalah sepanjang pemilihan presiden secara langsung, tidak banyak tokoh NU yang menjadi calon kuat.
“Bahwa kita menemukan di lapangan NU itu besar secara elektoral, pemilih dari kalangan NU itu banyak, tapi itu tidak disertai dengan lahirnya tokoh-tokoh NU yang potensial menjadi presiden,” katanya.
Pada pemilihan presiden langsung 2004, calon presiden dari NU ada Hamzah Haz yang berpasangan dengan Agum Gumelar. Pasangan ini mendapat suara yang sangat kecil, tidak sebesar massa NU.
“Artinya pemilih NU belum tentu memilih tokoh yang berasal dari NU itu sendiri,” kata pendiri SMRC tersebut.
Kemudian di Pilpres 2009 di mana Jusuf Kalla yang maju sebagai calon presiden. Jusuf Kalla juga adalah tokoh NU senior dan diakui. Dia tidak mendapat suara yang signifikan juga, jauh di bawah suara NU itu sendiri.
Artinya, menurut Saiful, masa pemilih NU punya pertimbangan yang menarik dan unik. Mereka tidak niscaya secara emosional akan mendukung atau memilih tokoh NU karena dia sebagai seorang NU.
“Hanya karena dia tokoh NU belum tentu publik NU memilihnya. Bahkan Hasyim Muzadi dalam posisi Ketua Umum PBNU dan Ibu Megawati sebagai incumbent pada Pilpres 2004 juga kalah,” lanjutnya.
Menurut Saiful, massa pemilih NU cukup independen dalam pemilihan presiden, tidak bisa dimobilisasi begitu saja dari atas ke bawah atau top down.