Pemerintah Gencarkan Penggunaan Transaksi Bilateral Menggunakan Mata Uang Local, Meningkatkan Stabilitas Kurs Rupiah
Pemerintah dan Bank Indonesia terus berupaya memperluas penggunaan transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS).
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan bahwa LCS sebagai langkah untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) pun mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Presiden Jokowi melihat LCS ini kebijakan yang bagus karena kita tidak bisa sepenuhnya hanya mengandalkan satu dominasi mata uang ataupun negara tertentu dan juga kita perlu mendorong perekonomian kita bisa berdaya saing dan bisa meningkatkan transaksi perdagangan ataupun investasi,” katanya dalam acara West Java Industrial Meeting yang dikutip Bisnis, Kamis (16/6/2022).
Destry menyampaikan, penggunaan LCS memiliki dampak yang besar, namun sosialisasi yang digaungkan masih sangat minim. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi yang kuat, baik oleh pemerintah, kementerian dan lembaga (K/L), pemerintah daerah, bahkan dunia usaha.
Dia memaparkan, perdagangan internasional Indonesia pada 2021 mencapai US$421 miliar. Jumlah penanaman modal asing (PMA) pada periode yang sama pun meningkat 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari transaksi tersebut, sebesar 80-90 persen mata uang yang digunakan adalah dolar AS. Padahal, ekspor Indonesia ke AS hanya 10 persen dari total ekspor dan impor AS ke Indonesia hanya sebesar 5 persen dari total impor.
“Artinya dominasi yang besar menyebabkan ketergantungan kita jadi sangat tinggi, di sini LCS seharusnya bisa berperan,” kata Destry.
Pada 2021, transaksi LCS tercatat telah meningkat tiga kali lipat dari transaksi pada 2020, dari US$797 juta menjadi US$2,53 miliar. Sementara itu, pada April 2022, BI mencatat transaksi LCS telah mencapai lebih dari US$1 miliar.
“Dari jumlah pelaku, peningkatannya juga pesat, hanya 400-500 di awal 2021, di April 2022 sudah naik jadi 1.500 nasabah,” tutur Destry.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mengatakan fasilitas LCS yang sudah diberlakukan sejak lama tersebut harus bisa dioptimalkan oleh para pelaku industri untuk memangkas ongkos produksi.
"Cross rate ini kan sebenarnya menjadi variabel dalam ongkos produksi, sehingga dengan memanfaatkan fasilitas ini ongkos produksi menjadi lebih efisien," kata dia.
Dia optimistis, penggunaan LCS nantinya bisa meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing lainnya, serta menjaga tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Herawanto juga mengatakan, potensi optimalisasi LCS di Jawa Barat cukup besar. Terlebih, Jawa Barat menjadi daerah dengan sumbangsih cukup besar dari sektor ekspor melalui produk manufaktur hingga mencapai 23,4 persen dan Jawa Barat juga berkontribusi terhadap perekonomian nasional hingga 28,3 persen.