Batasi Pembeli Subsidi BBM! Subsidi Bakal Bengkak Capai 700 T, Jika Harga Tak Dinaikkan.


Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan anggaran subsidi BBM dan energi bakal membengkak lebih dari Rp700 triliun hingga akhir 2022. Nilainya meningkat tajam dari saat ini yang sudah mencapai Rp502,4 triliun.

Menurutnya pembengkakan anggaran tersebut bakal terjadi jika pemerintah tidak menaikkan harga dan membatasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite dan solar.

"Kami perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp198 triliun di atas Rp502 triliun. Nambah, kalau kita tidak menaikkan BBM, kalau tidak dilakukan apa apa, tidak ada pembatasan, tidak ada apa apa, maka Rp502 triliun nggak akan cukup," ujarnya ditemui usai Rapat dengan Badan Anggaran, Selasa (23/8).

Perkiraan penambahan anggaran subsidi sebesar Rp198 triliun tersebut dilakukan untuk menambah kuota subsidi BBM yang tak akan cukup hingga akhir tahun. Dari perhitungan Kementerian ESDM, kuota pertalite yang pada tahun ini sudah ditetapkan 23 juta kiloliter bakal membengkak jadi 29 juta kiloliter.

 

Pembengkakan terjadi karena lonjakan harga minyak yang terjadi akibat perang Rusia-Ukraina. Perang membuat harga minyak dunia melambung ke atas US$100 per barel, jauh di atas asumsi APBN 2022 yang hanya US$63-US$70 per barel.

Meski kenaikan harga minyak dunia ini sangat menekan, namun pemerintah belum mengambil keputusan konkret untuk mengatasi beban itu. Pemerintah belum memutuskan untuk menaikkan anggaran subsidi BBM, menaikkan harganya maupun membatasi konsumsinya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan kebijakan terkait BBM subsidi harus diputuskan secara hati-hati. Pasalnya, kenaikan harga komoditas tersebut akan berpengaruh terhadap masyarakat.

 

"Ini menyangkut hajat hidup orang banyak jadi semua harus diputuskan dengan hati-hati dihitung dampaknya jangan sampai menurunkan daya beli, konsumsi rumah tangga, menaikkan inflasi yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi semuanya saya suruh menghitung betul sebelum diputuskan," kata Jokowi di Taman Mini Indonesia Indah pekan ini.

Padahal sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan mengungkapkan presiden bakal mengumumkan kenaikan harga BBM pekan ini.

"Mungkin minggu depan presiden akan mengumumkan mengenai apa dan bagaimana mengenai kenaikan harga ini," ujar Luhut dalam kuliah umum di Universitas Hasanudin, Jumat (18/7).

Namun, hingga berita ini dirilis, pemerintah belum juga mengumumkan nasib pertalite dan solar.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan pembengkakan anggaran akibat BBM subsidi sebenarnya bisa diakali dengan penghematan dari pos belanja subsidi itu sendiri.

PT Pertamina (Persero) pernah menyebut belanja subsidi BBM, 80 persennya 'diminum' orang kaya. Penghematan ini yang perlu dilakukan.

"Ini cara yang paling efektif karena, satu, subsidi BBM Rp500 triliun ini sebagian besar tidak tepat sasaran. Artinya dinikmati masyarakat menengah ke atas. Jadi saya rasa ini memang perlu dihemat," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/8) kemarin.

Lainnya bisa dengan mengorbankan BBM non subsidi yakni pertamax. Penghematan dilakukan dengan menghapuskan bantuan kompensasi yang selama ini diberikan pemerintah.

"Dari sisi pertamax, karena ini juga dikompensasi pemerintah. Jadi pertamax rasanya memang tidak ada keperluan karena memang itu dinikmati masyarakat menengah ke atas dan juga bebannya cukup besar," kata dia.

Ia menyarankan agar pemerintah segera melepas harga pertamax yang saat ini Rp12.500 per liter sesuai dengan keekonomiannya atau harga pasar yakni Rp19 ribu per liter. Sehingga, akan ada penghematan anggaran yang bisa digunakan untuk menutupi kekurangan BBM subsidi.

 

"Jadi saya rasa memang pertamax dijual sesuai harga keekonomian pun tampaknya cukup menghemat anggaran, dan tidak terlalu mengganggu daya beli masyarakat menengah ke bawah. Jadi ini perlu segera dilakukan reformasi subsidi BBM," jelas Riefky.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat penghematan anggaran untuk menambal pembengkakan subsidi bisa dilakukan dari pos belanja infrastruktur.

Dalam hal ini, Rendy menyarankan sebaiknya pembangunan infrastruktur yang tidak memberikan dampak langsung kepada masyarakat sebaiknya ditunda dulu. Anggarannya kemudian bisa dialihkan untuk pembiayaan BBM subsidi yang memang sangat dibutuhkan masyarakat.

"Menurut saya di sini yang sebenarnya relatif lebih bisa dihemat tentu dari belanja-belanja yang bisa ditunda untuk sementara. Misalnya dalam bentuk belanja modal atau infrastruktur, dan belanja barang dan jasa yang dinilai belum begitu urgent untuk dilakukan di tahun ini," jelasnya.

Selain itu, ia menyarankan pemerintah juga bisa melakukan penundaan untuk pengalokasian transfer ke daerah sampai tahun depan. Apalagi, masih banyak pemerintah daerah yang belum membelanjakan dananya dan justru menyimpannya di perbankan.

Namun, Rendy menekankan kebijakan penghematan ini tentunya memiliki konsekuensi, yakni menurunnya realisasi belanja pemerintah. Dengan demikian, berbagai kebijakan yang ada di daerah tentu harus ikut ditunda.

"Artinya ketika ini dihemat dan diambil dari alokasi transfer ke daerah, saya pikir pemda perlu memutar otak untuk tetap menjalankan programnya dan saya pikir ini tidak akan mudah untuk dilakukan," pungkasnya.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url