Kesiapsiagaan Nasional: BNPT Membutuhkan Peran Aktif Masyarakat Cegah Terorisme
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mendorong masyarakat untuk berperan aktif mencegah terorisme.
Hal tersebut, menurut Boy Rafli Amar, sebagai bagian dari unsur pentahelix dalam pencegahan terorisme, masyarakat harus siap siaga seperti yang diamanatkan Undang-undang Anti Terorisme.
“Mitigasi ini harus melibatkan multipihak di mana segenap komponen bangsa bisa memberikan kontribusi positif, agar setiap elemen bangsa dari berbagai strata sosial bisa melakukan intervensi secara aktif memperkokoh bangsa kita,” kata Boy Rafli Amar dalam Deklarasi Kesiapsiagaan Nasional dan Dialog Kebangsaan di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (2/8/2022).
Keterlibatan masyarakat penting karena adanya nilai, kultur, dan budaya yang tidak sejalan dengan ide-ide radikal terorisme atau ekstrimisme berbasis kekerasan.
Selain itu, kata dia, masyarakat rentan menjadi korban aksi terorisme sehingga secara rasional muncul kesadaran untuk melakukan langkah preventif.
Terakhir, masyarakat dapat menjadi agen yang aktif mempromosikan kebijakan kontra radikalisme terorisme dalam komunitasnya.
Dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, BNPT melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) di seluruh provinsi akan melakukan edukasi terkait moderasi beragama dan pembumian nilai-nilai Pancasila hingga ke akar rumput.
Harapannya, resiliensi masyarakat terhadap paham radikal terorisme akan terbentuk.
Di tempat yang sama, Alissa Wahid yang merupakan Tokoh PBNU mengatakan kolaborasi menjadi kunci penting dalam mencegah terorisme.
Menurutnya, kolaborasi ini tidak hanya mengubah pola pikir masyarakat saja, tapi juga kebijakan mau pun perilaku yang eksklusif.
“Harus ada kerja sama untuk melakukan perubahan yang berkesinambungan di tiga dimensi yakni perubahan kebijakan, penyelenggara (kebijakan) dan perilaku akar rumput, perubahan pola pikir harus dilakukan oleh setiap lapisan, harus ada rethinking hingga revitalisasi jati diri,” kata Alissa Wahid.
Sedangkan psikolog Arijani Lasmawati memandang jika radikalisme bisa masuk sejak anak usia dini.
Mengajarkan pemahaman agama yang arif dan toleran harus dilakukan di lingkungan keluarga dan institusi pendidikan agar ide yang destruktif tidak menginfiltrasi generasi penerus bangsa.
“Kita harus punya pemahaman yang baik tentang nilai-nilai agama, nilai-nilai di masyarakat, orang tua harus menjadi role model bagi anak-anaknya,” ucap Arijani.
Senada dengan Arijani, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Romo Benny Susetyo, mengatakan agama seharusnya tidak dimanipulasi untuk tujuan tertentu.
Di sini pemuka agama harus aktif melakukan kontra narasi terhadap narasi-narasi agama yang disalahgunakan, termasuk membumikan nilai pancasila di tengah masyarakat.
“Agama jangan dimanipulasi untuk politik, pemuka agama harus bisa meluruskan narasi yang membenturkan agama dengan kepentingan pribadi,” jelas Romo Benny.
Adapun kesiapsiagaan nasional merupakan satu strategi pencegahan terorisme dengan mendorong kelompok dan organisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan tindak pidana terorisme.
Selain mengikrarkan Deklarasi Kesiapsiagaan nasional, peserta yang terdiri atas Kaban Kesbangpol tingkat provinsi seluruh Indonesia, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) dari 34 provinsi juga mengikuti dialog kebangsaan yang diisi oleh Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemdagri Bahtiar.
Turut hadir Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo, serta jajaran Forkopimda Provinsi DKI Jakarta.