Pasal di RKUHP Mengenai Penghinaan Simbol Negara, BPIP: Kita Berhak Kritik, Asal Sopan!
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo angkat suara terkait isu pasal penghinaan terhadap simbol negara dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang kini tengah berproses di DPR.
Ia tak menampik bahwa isu mengenai hak asasi manusia selalu dibenturkan dengan RKUHP ini. Namun, prinsip HAM dalam rancangan aturan itu tetap dihormati, tapi tetap dibatasi oleh hak orang lain.
"Kita berhak mengkritik kepala negara dan pemerintah, namun dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan norma sopan santun dalam masyarakat. Dan berfokus pada substansi, bukan melakukan penghinaan dan serangan personal," kata pria yang akrab disapa Romo Benny itu dalam keterangannya, Minggu (28/8).
Sebagai informasi, Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 RKUHP mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
Sementara itu, Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah. Pasal-pasal ini lantas dikritik oleh berbagai pihak.
Benny menilai seharusnya debat yang membenturkan RKUHP dengan HAM sudah tidak lagi relevan. Pasalnya, HAM yang benar adalah hak yang tidak mengganggu manusia lain.
"Dan KUHP dan hukum secara umum hadir untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap hak seluruh manusia dan menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai," lanjut dia.
Di sisi lain, Benny mengatakan Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang masih berlaku di Indonesia merupakan produk kolonial. Sehingga, paradigma yang digunakan masih paradigma kolonial yang lebih mengutamakan kepentingan pihak yang berkuasa dan mengabaikan hak-hak masyarakat khususnya yang berekonomi lemah.
Benny juga menyinggung KUHP yang masih berlaku saat ini dibuat untuk mengakomodir kepentingan penjajah kala itu. Sehingga tidak lagi relevan dengan keadaan bangsa ini.
"Hingga terjadilah apa yang disebut hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah dan rasa keadilan yang merupakan hak dari seluruh lapisan masyarakat hanya bisa dinikmati oleh sekelompok masyarakat saja," kata Benny.
"Hal ini tentunya tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila," tambahnya.
Melihat itu, Benny menilai pengesahan RKUHP perlu segera dilaksanakan. Sebab, RKUHP saat ini diklaimnya lebih sesuai dengan situasi perkembangan zaman dan nilai Pancasila.
Ia berpandangan sistem restorative justice yang diterapkan oleh RKUHP nantinya akan mengubah paradigma hukum pidana yang saat zaman kolonial tujuannya untuk menghukum.
"Kita semua perlu mendorong segera disahkannya RKUHP menjadi undang undang. Agar rasa keadilan dalam masyarakat dapat benar benar terwujud," ucap dia.