Ganjar tak Akan Pernah Berkelit Bahkan Membenarkan Diri Jika Tersandung Masalah! Ia tak seperti Anies, Prabowo dan lainnya yang Jika Tersandung Masalah akan Sembunyi Di Balik Ketiak Simpatisannya!
Ketika mengetahui ketidakberesan bahkan kebejatan para pemimpin negeri saja kami harus bungkam. Ancaman mendera kehidupan kami setiap harinya. Yang bisa kami lakukan demi menyelamatkan diri serta sanak keluarga hanyalah dengan cara DIAM!!!.”
Curahan hati salah seorang teman ayahku yang menolak lupa dengan rezim Orde Baru. Sebuah masa dimana rakyat dibungkam ketika akan menyerukan aspirasinya.
Tak hanya sekedar bungkaman saja yang mereka terima. Bahkan jika ada yang sekali pun berani berucap, maka habislah nyawa mereka. Kejamnya masa kepemimpinan saat itu, rakyat seolah-olah hanya dijadikan pengisi kehidupan jika negara Indonesia itu sejahtera, rukun dan tak ada peristiwa demo-mendemo.
Tiga puluh dua tahun lamanya nama Soeharto bertengger menjadi pemimpin ganas di Indonesia. Gaya kepemimpinan otoriter terus mengecap dalam dirinya. Berpuluh-puluh tahun itu pula Soeharto telah menorehkan prestasi yang membanggakan, yakni prestasi menyumpal mulut rakyatnya.
Liciknya Soeharto pada masa itu sebenarnya telah diendus rakyatnya. Namun apalah daya, pemimpin yang saat itu sangat anti dengan kritikan sangat sulit untuk ditumbangkan. Soeharto dulu sangat di rajakan oleh segelintiran pengikutnya, salah satunya dipuja-puja oleh Prabowo.
Seiring berjalannya waktu, rakyat sudah muak dengan kekejaman Soeharto yang seenak jidatnya sendiri selama memimpin. Hingga tibalah tragedi ngeri yang disebut sebagai peristiwa 1998.
Tahun 1998 merupakan tahun berdarah bagiku. Sebab pada tahun tersebut terjadi demo besar-besaran di Indonesia, aksi bakar-membakar pun tak terhindarkan. Para aktivis, mahasiswa dan lain sebagainya ikut serta dalam menumpas kebengisan Soeharto.
Niat hati melakukan aksi demo demi mencari keadilan. Justru para aktivis malah diculik bahkan ada yang dihilangkan nyawanya.
Dari sini aku paham, jika sejatinya kepemimpinan era Soeharto tak seindah apa kata orang. Barangkali mereka tak tahu-menahu tentang seluk-beluk kebiadaban yang telah dilakukan oleh Soeharto.
Jika ada yang berkata “Lebih enak zaman Soeharto ketimbang pemimpin sekarang yang terkesan tidak tegas, hingga banyaknya demo massal.” Kuakui, memang pada rezim Orde Baru begitu tumpang tindih dengan keadaan Indonesia yang sekarang.
Dulu rakyat dimodifikasi sedemikian rupa agar tunduk dengan tindak-tanduk yang dilakukan oleh pemimpinnya, bahkan jika perilaku pemimpinnya dirasa menyeleweng pun rakyat hanya bisa menonton tanpa melakukan upaya apapun demi menghentikan pelanggaran yang mereka perbuat.
Berbeda dengan Indonesia yang sekarang. Kini Indonesia adalah negara demokrasi dengan menganut sistem reformasi. Semua kritikan diperbolehkan masuk hingga ketelinga pemimpin negara.
Justru dari kritikan itulah yang mampu dijadikan sebuah motivasi serta inspirasi baru guna meningkatkan kinerja pemimpinnya. Komentar publik tak melulu memuat kebaikan yang telah ditorehkan, namun juga tentang kurangnya pelayanan yang diberikan oleh para kepala daerah.
Seperti kabar baru yang kini menerpa Gubernur asal Lampung. Berita tidak meng-enakkan ini imbas dari kritikan seorang pemuda yang bernama Bima. Pemuda tersebut memberikan ulasan ketidak-puasan dengan kinerja pemimpinnya.
Tak sedikit infrastruktur di daerah tersebut mangkrak. Belum lagi jalan berlubang yang kondisinya amat parah, bahkan sangat tidak layak disebut jalan. Mungkin niat Bima adalah memberitahukan agar pemimpin nomor satu didaerahnya itu lekas melek, jika rakyat sangat terbebani dengan keadaan infrastruktur yang tidak memadai.
Sayangnya masukkan yang Bima layangkan tak di indahkan, namun Bima serta keluarganya mendapatkan intimidasi dari beberapa oknum yang membela pihak karena merasa ter-dzolimi. Bahkan orang tua Bima pun sempat mendapat cemooh jika mereka “nggak becus urus anak.”
Indonesia negara demokrasi, yang berarti memperbolehkan semua kritikan masyarakat masuk ke pemerintahan. Namun masih saja ada beberapa oknum yang mencoba bertindak membungkam aspirasi. Jikalau Indonesia seperti ini terus, kapan majunya? Segala macam kritikan yang sesuai fakta saja seolah-olah dijadikan ancaman dan dianggap menjatuhkan pamor pihak terkait.
Parah sih model pemimpin seperti ini. Berbeda 180 derajat dengan tabiat Gubernur kami di Jawa Tengah. Ya walaupun sebelumnya pemimpin kami digempur habis-habisan oleh netizen akibat isu Piala Dunia. Akan tetapi masalah yang menimpanya tak membuat jangkung ini terjerembab, justru Ganjar jadikan kritikan mereka sebagai bentuk masukkan dalam mengkoreksi diri.
Mempersoalkan infrastruktur memang menjadi polemik banyak kepala daerah. Akan tetapi mereka (pemimpin) tentu telah menyusun berbagai rencana guna memberikan pelayanan yang terbaik bagi warganya.
Seperti kata Ganjar, “Tuanku ya Rakyat, Gubernur cuma Mandat”. Sebisa mungkin Ganjar akan mengusahakan pelayanan terbaik untuk rakyatnya. Layanan aduan pun juga sudah diluncurkan Ganjar, salah satunya LaporGub dan Jalan Cantik. Kedua aplikasi tersebut sama-sama bergerak pada bidang aduan masyarakat secara online.
Masyarakat Jawa Tengah sangat diperbolehkan untuk mengadukan keluhan seperti jalan rusak melalui aplikasi yang telah disediakan. Selama aduan itu masih dibawah wewenang Ganjar, misalnya perbaikan jalan Provinsi maka Ganjar akan selalu siap mengatasi aduan tersebut dengan cepat.
Diluar itu (jalan kabupaten atau nasional), Ganjar hanya bisa menghimbau penanggung- jawab terkait seperti Bupati dan Walikota untuk menyelesaikan keluhan rakyat. “Mengapa tidak Ganjar saja yang menindaklanjuti?” Sebab hak dan kewajiban seorang Gubernur telah terukir jelas pada peraturan Hak Otonomi Daerah.
Tak perlu risau, karena semua aduan yang dikirimkan rakyat sudah dipastikan dalam kurun waktu 1x24 jam akan segera ditangani oleh tim khusus yang diterjunkan untuk melakukan perbaikan.
Begitulah ke-elokkan Ganjar, yang selalu terbuka akan semua kritikan yang ada. Ganjar tak akan pernah lari dari suatu masalah. Namun Ganjar akan siap sedia menerima semua masukkan yang dilayangkan oleh warganya.
Sekalipun berbuat kesalahan, Ganjar tak akan pernah berkelit bahkan membenarkan diri. Ia tak seperti Anies, Prabowo dan lainnya yang jika tersandung masalah akan sembunyi dibalik ketiak simpatisannya.
Kebenaran niscaya tak akan pernah salah arah. Ya semoga saja perkara antara Gubernur Lampung dengan Bima segera selesai. Saran saja sih untuk Gubernur nya, tirulah Ganjar yang tidak mudah bertelinga merah (mudah marah). Sebab apapun masalahnya pasti akan ada solusinya.
Jangan bersikap seolah-olah menjadi pemimpin itu diatas segala-galanya. Dengarkan curhatan hati rakyatmu. Mereka (rakyat) hanya ingin diperhatikan oleh pemimpinnya, mereka tidak lah sedang bertingkah caper. Namun rakyat sedang membutuhkan kepedulian dari pemimpin daerahnya.
Teruntuk para pejabat jangan pernah lupa saat dimana kalian meminta belas kasih kepada rakyat supaya memilih kalian. Tanpa simpati rakyat, belum tentu kalian (pejabat) menjadi bagian penting dari pemerintahan.