Utang Untuk Pembiayaan APBN. Pemerintah Tengah Mengambil Kebijakan Fiskal Ekspansif, Belanja Negara Sebabnya ?


 

Baru-baru ini Sri Lanka mengumumkan bahwa negaranya mengalami default atau gagal bayar utang luar negeri senilai 51 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 732 Triliun pada Selasa (12/4/2022).

Hal tersebut disampaikan oleh Kementerian Keuangan Sri Lanka. Pihaknya mengaku gagal membayar semua kewajiban eksternal, termasuk pinjaman dari pemerintah asing, setelah kehabisan devisa untuk mengimpor barang pokok yang dibutuhkan masyarakatnya.

Kegagalan Sri Lanka dalam membayar utang tersebut menjadi sorotan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Pasalnya per 28 Februari utang Indonesia tembus di angka Rp 7.000 Triliun.

"Kami lihat tekanan seluruh dunia ke negara-negara akan meningkat, seperti salah satu negara yaitu Sri Lanka, kami akan liat sisi bagaimana menjaga (porsi utang)," ujar Sri Mulyani, dilansir dari Kompas.com.

Guna mewaspadai nasib serupa Sri Lanka, Sri Mulyani telah menyusun strategi pengelolaan utang. Salah satunya mengelola utang secara prudent baik di tahun ini maupun tahun depan.

Yang menjadi pertanyaan banyak orang adalah, mengapa sebuah negara bisa memiliki utang?

Alasan negara berutang

Dilansir dari laman Kemenkeu, utang merupakan salah satu instrumen pembiayaan yang digunakan untuk menambah kekurangan pendapatan negara yang belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di negara tersebut.

Secara umum, defisit yang dialami suatu negara terjadi lantaran kebutuhan belanja yang cenderung meningkat namun belum bisa dibiayai sepenuhnya dari pendapatan.

Kenaikan kebutuhan belanja tersebut dipengaruhi oleh peningkatan kebutuhan belanja produktif, seperti kesehatan, pendidikan, insfrastruktur, perlindungan sosial, dan sebagainya.

Sebagai contoh di Indonesia, utang digunakan untuk pembiayaan APBN. Saat ini, Pemerintah Indonesia tengah mengambil kebijakan fiskal ekspansif di mana Belanja Negara lebih besar daripada Pendapatan Negara.

Tujuannya satu, untuk mendorong perekonomian tetap tumbuh. Pasalnya, Indonesia mengalami ketertinggalan dari segi infrastruktur dan masalah konektivitas sehingga menimbulkan tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat.

Selain itu, ketertinggalan tersebut juga berpengaruh pada rendahnya daya saing nasional.

Nantinya, utang akan digunakan untuk belanja produktif sehingga sering dianggap ‘aman’.

Sebab, utang yang dibelanjakan untuk hal-hal produktif akan menjadi investasi bagi pemerintah sehingga hasilnya memiliki efek multiplier berlipat di masa-masa mendatang.

Utang untuk menjaga kestabilan ekonomi. Perlu dipahami bahwa utang bukan merupakan tujuan. Utang merupakan alat yang digunakan untuk menjaga kestabilan perekonomian sehingga pemerintah dapat menjalankan fungsi penting yang lebih mendesak dengan cepat.

Sebagai contoh, di masa pandemi Covid-19, pembiayaan APBN menjadi sangat penting lantaran meluasnya defisit fiskal akibat menurunnya pendapatan.

“Sebelum pandemi fokus mempertahankan momen pertumbuhan dan mengejar kemajuan. Penundaan pembiayaan dengan berbagai dalih justru akan merugikan kita. Yang penting dikelola dengan baik dan prudent,” kata Prastowo Yustinus selaku Staf Khusus Kementerian Keuangan, Sabtu (16/5/2022).

Seperti yang diketahui, wabah Covid-19 melumpuhkan aktivitas perekonomian di Indonesia. Sebaliknya, pembelanjaan untuk penanganan Covid-19 justru meningkat.

“Tahun 2020 memang kebutuhan kita untuk menghadapi Covid-19 sangat luar biasa,” ungkapnya.

Adapun pemulihan ekonomi nasional juga membutuhkan dana yang cukup besar.

Untuk menjaga kestabilan ekonomi tersebut, sebuah negara perlu untuk berutang lantaran APBN yang dimilikinya tidak cukup untuk menutupi seluruh biaya kebutuhan.

“Dan tampak sangat jelas kualitas belanja APBN semakin baik. Belanja berbagai program prioritas pun tumbuh dengan baik. Artinya utang semakin produktif untuk kepentingan publik,” imbuhnya,

Dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi nasional, utang juga digunakan untuk memberikan subsidi kebutuhan masyarakat, misalnya bantuan sosial (bansos), subsidi minyak, hingga infrastruktur fisik dan nonfisik.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url