Survei IPI, Ganjar tak Terkejar, Elektabilitas Prabowo Samai Anies
Indikator Politik Indonesia (IPI) secara periodik melakukan survei elektabilitas kandidat capres 2024 yang ada.
Dari survei tersebut, didapati tiga nama yang selalu masuk
tiga besar, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto an Anies Baswedan.
Apa pun metodenya, nama tiga kandidat capres itu selalu
masuk tiga besar.
Untuk posisi
Prabowo dan Anies kerap berubah, sementara Ganjar tetap kokoh menjadi yang
terunggul dari aspek elektabilitas.
Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia
(IPI), Burhanuddin Muhtadi, Ganjar tampaknya sulit ditandingi, yang seru justru
persaingan Prabowo dan Anies yang seimbang.
"Anies mengalami pelemahan dalam beberapa bulan
terakhir. Dan Prabowo surprise rebound dalam beberapa bulan terakhir. Dan elektabilitasnya
sekarang menyalip sedikit kurang lebih sama dengan Anies Baswedan," kata Burhanuddin,
Minggu (26/3/2023).
Menurut Burhanuddin, pada Februari 2020 lalu, Prabowo
menjadi capres yang paling unggul, sementara Anies berada di peringkat dua, dan
Ganjar di peringkat tiga.
Kemudian pada Januari 2021, Ganjar menyalip Anies di
peringkat kedua.
Setahun kemudian, pada April 2022, Ganjar memuncaki survei
dengan menyalip Prabowo.
Prabowo bahkan semakin turun ke peringkat tiga karena
disalip oleh Anies.
Sebab, sekitar bulan Oktober-November 2022, Anies
dideklarasikan oleh Partai Nasdem menjadi capres.
Menurut Burhanuddin, survei terbaru memperlihatkan Ganjar
menjadi capres dengan elektabilitas tertinggi sebesar 30,8 persen.
Sedangkan Anies dan Prabowo memiliki elektabilitas yang
seimbang di level 21,7 persen.
Berdasarkan simulasi 34 nama semi terbuka, hasilnya tiga
besar capres dengan elektabilitas tertinggi
masih tidak berubah.
Burhanuddin menyampaikan, dari hasil survei itu terlihat
Ganjar, Anies, dan Prabowo masih mendominasi di posisi tiga besar kandidat
capres.
Sementara itu, Burhanuddin menyampaikan para kandidat di luar posisi tiga besar tetap konsisten.
Posisi itu diisi oleh Ridwan Kamil,
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), hingga Sandiaga Uno.
Hanya saja, kata Burhanuddin, elektabilitas Gubernur
Jawa Barat Ridwan Kamil menurun setelah sempat melejit akinat tragedi yang
menimpa anaknya, Eril.
"Ridwan Kamil yang sempat melejit setelah tragedi yang
dialami oleh putranya, tapi kemudian ada penurunan," kata Burhanuddin.
Berikut elektabilitas 34
capres:
Ganjar Pranowo: 30,8 persen
Prabowo Subianto: 21,7 persen
Anies Baswedan: 21,7 persen
Ridwan Kamil: 6,3 persen
Agus Harimurti Yudhoyono: 1,6 persen
Sandiaga Uno: 1,1 persen
Khofifah Indar Parawansa: 1 persen
Erick Thohir: 0,9 persen
Puan Maharani: 0,6 persen
Habib Rizieq: 0,6 persen
Abdul Somad: 0,6 persen
Muhaimin Iskandar: 0,5 persen
Hary Tanoesoedibjo: 0,4 persen
Susi Pudjiastuti: 0,4 persen
Ma'ruf Amin: 0,4 persen
Bahlil Lahadalia: 0,4 persen
Mahfud MD: 0,3 persen
Andika Perkasa: 0,2 persen
Tri Rismaharini: 0,2 persen
Airlangga Hartarto: 0,2 persen
Surya Paloh: 0,1 persen
Gatot Nurmantyo: 0,1 persen
Peringkat 23-34: 0 persen.
Menurut Burhanuddin, elektabilitas Prabowo
sebagai capres akhir-akhir ini mengalami kenaikan, imbas dari endorsement
Jokowi.
Padahal, tingkat elektabilitas Prabowo
sebelum di-endorse Jokowi cenderung menurun.
Bentuk-bentuk endorsement yang dimaksud, menurut
Burhanuddin, ialah saat Jokowi menyebutkan tahun 2024 merupakan jatah Prabowo
sebagai presiden dan Prabowo seringkali terlihat bersama dengan Jokowi.
"Terus terang kita agak jarang mendapati pola elektabilitas atau
dukungan yang menurun kemudian tiba-tiba meningkat. Ini kan elektabilitas Pak
Prabowo setahun terkahir kemudian tiba-tiba meningkat dalam beberapa bulan
terakhir," katanya.
Ia lantas menampilkan perbandingan hasil analisis survei
pendukung Prabowo dan Jokowi pada pemilihan presiden (pilpres) 2019.
Menurut analisis tersebut, pada kalangan pemilih Jokowi
sebagai capres 2019, dukungan terhadap Prabowo menjadi capres di pilpres 2024
meningkat sekitar 2 persen, dari 17 persen ke 19 persen.
Padahal, jika Prabowo tidak mendapatkan endorsement dari
Jokowi, elektabilitas Prabowo akan terus menurun.
"Jadi kalau enggak ada endorse Jokowi tinggal nunggu
waktu, habis (dukungannya). Jika kita bandingkan sebelum ada endorsement dan
setelah ada endorsement itu kenaikannya 2 persen, efeknya cukup besar,"
terangnya.
Sementara itu, Burhanuddin juga memperlihatkan grafik elektabilitas Prabowo
sebagai capres 2024 pada pendukungnya sendiri.
Berdasarkan grafik tersebut, elektabilitas pendukung
Prabowo menurun drastis sebelum ia mendapatkan endorsement dari Jokowi.
"Untuk pemilih Prabowo 2019 itu efeknya gak jelas. Yang
memilih Pak Prabowo (pada tahun) 2019 itu udah pada lari, bahkan sebelum Anies
dicapreskan oleh Nasdem sebagai capres di bulan Oktober," tuturnya.
Mereka yang meninggalkan dukungan terhadap Prabowo, kata
Burhanuddin, terutama ialah basis islamis.
Apalagi, setelah Prabowo tergabung dengan kursi
pemerintahan.
"Makanya ketika Jokowi endorse Prabowo, efek terhadap pendukung
Prabowo itu kecil karena pendukung Prabowo sendiri sudah lari, terutama setelah
Prabowo tergabung dengan pemerintah," ucapnya.
Survei Indikator Politik Indonesia sendiri dilaksanakan
dengan wawancara tatap muka pada 9-16 Februari 2023 dan 12-18 Maret 2023.
Total sampel responden yang diwawancarai secara valid pada
survei Februari 2023 berjumlah 1.200 orang, dengan margin of error sekitar 2,9
persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sementara, pada Maret 2023, ada 800 responden yang diwawancarai
dengan margin of error 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Penarikan sampel dalam survei ini
menggunakan metode multistage random sampling.